Advertisement
Ini Model Kampanye yang Efektif Dilakukan oleh Para Calon
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pemanfaatan media kampanye yang menggabungkan antara daring dan luring dinilai menjadi pilihan yang tepat dalam meningkatkan brand awareness politisi pada masa tahapan kampanye mendatang.
Meski Pemilu 2024 didominasi oleh generasi milenial yang kerap mendapat informasi dari sosial media (sosmed) secara daring, tetapi sosialisasi dengan luring pun tetap harus dijalankan.
Advertisement
BACA JUGA: KPU Izinkan Pasangan Capres-Cawapres Berkampanye selama 75 Hari
Pengamat komunikasi politik Monash University Ika Idris mengatakan, berdasarkan survei terbaru dari CSIS tentang penggunaan internet dan misinformasi diketahui bahwa yang pernah mengakses internet melalui HP, telepon, dan komputer dalam seminggu terakhir baru sebanyak 64,5%. Sementara sisanya 35,5% belum pernah sama sekali mengakses internet dalam seminggu terakhir.
"Makanya media yang tepat untuk kampanye harus dikombinasikan yang penting juga harus dilihat akses dan pengguna internet di dapil masing-masing," kata Ika, Rabu (15/11/2023).
Menurutnya, sewaktu pelaksanaan Pilkada 2020 lalu seorang Bupati pernah ingin melaksanakan kampanye di Instagram, tetapi setelah dianalisis ternyata tidak terlalu banyak pemilih yang menggunakan media itu untuk menyerap informasi. Oleh karenanya, Ika berpendapat bahwa di wilayah kota besar seperti Jakarta mungkin saja pelaksanaan kampanye secara daring efektif dilakukan.
"Mungkin kalau misalnya dapil di Jakarta atau kota besar mungkin bisa fokus ke internet cuma kan masih tetap ada pemilih yang belum bisa akses internet," jelasnya.
Ika menilai pemanfaatan media kampanye lewat spanduk, baliho dan sebagainya masih tetap diperlukan. Sebab akses internet di Indonesia masih belum merata. Pun demikian di perkotaan pasti masih ada pemilih yang mesti dijangkau dengan media semacam itu untuk menarik suara. Oleh karenanya perlu analisis yang lebih rinci terhadap karakteristik pemilih di masing-masing wilayah.
"Apakah media kampanye seperti baliho atau spanduk masih diperlukan? Menurut saya jangan-jangan di perkotaan itu masih diperlukan karena kan mungkin masih banyak demografi yang memang harus dijangkau dengan media seperti itu," jelasnya.
Sosialisasi atau kampanye di sosmed tetap diperlukan bagi peserta Pemilu 2024. Hal ini dilakukan bukan semata-mata secara langsung untuk menarik suara, tetapi lebih kepada meningkatkan brand awareness politisi itu sendiri. Misalnya dengan kreativitas konten yang dibuat terkait dengan isu-isu yang dijadikan program kerja.
"Dengan kita berada di internet kita bisa dicari itu kan berarti akan memudahkan akses orang yang ingin tahu tentang kita. Jadi ketika kita kampanye di internet peruntukannya lain, bukan buat voters tapi menciptakan brand awareness kita sebagai politisi dan wadah kita mengenalkan diri ke publik yang lebih luas," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Terlibat Calo Penerimaan Polri, Seorang Anggota Polisi di Sulsel Dipecat
Advertisement
Liburan ke Garut, Ini Lima Tempat Wisata Alam Tersembunyi yang Layak Dinikmati
Advertisement
Berita Populer
- Truk Boks Tergelimpang di Jalan Siliwangi Ring Road Barat Jogja, Dua Orang Terluka
- Uang Hasil Penjualan Emas Curian Milik Kakak Kandung di Kasihan, Bantul, Digunakan untuk Foya-Foya
- Petugas Damkarmat Sempat Dilibatkan Saat Evakuasi Korban Tabrakan Motor vs Motor di Guwosari
- Tour de Kotabaru Bakal Kolaborasi dengan Komunitas Jazz
- Ini Kendala Pengembangan Wisata Jogja Selatan, dari Akses Jalan Hingga Lahan Parkir yang Terbatas
Advertisement
Advertisement