Advertisement

Selatan Gunungkidul Banyak Dilirik Investor, Pakar: Partisipasi Publik Harus Diperkuat dan Diupayakan Ramah Lingkungan

Sunartono
Jum'at, 28 Juni 2024 - 15:07 WIB
Sunartono
Selatan Gunungkidul Banyak Dilirik Investor, Pakar: Partisipasi Publik Harus Diperkuat dan Diupayakan Ramah Lingkungan Greenhouse Lelaki Sintal sebagai ekowisata yang dikembangkan warga di Dusun kudu, Ngestirejo, Tanjungsari, Gunungkidul. Konsep ekowisata ini menjadi referensi pengembangan kawasan karst yang tidak merusak lingkungan. - Istimew.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Kawasan sisi selatan Gunungkidul atau sekitar pantai saat ini menjadi magnet tersendiri bagi investor. Banyak bangunan akomodasi pariwisata yang berdiri di kawasan tersebut. Di sisi lain sejumlah titik kawasan selatan Gunungkidul termasuk dalam kawasan bentang alam karst yang harus dilindungi untuk menjaga kelestarian lingkungan khususnya air bawah tanah.

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.3045 K/40/Men. 2014 kawasan bentang alam karst (KBAK) di Gunungkidul seluas 75,8 ribu hektar. Guru Besar Ilmu Manajemen Daerah Aliran Sungai Universitas Padjajaran Profesor Chay Asdak mengakui, Gunungkidul jauh berbeda dengan era tahun 1990-an. Kini banyak investor dari Jakarta yang melirik daerah yang dulu dikenal gersang.

Advertisement

BACA JUGA : DLH Gunungkidul Sebut Sampah Tak Dikelola Berpotensi Cemari Sungai Bawah Tanah

Menurutnya, kondisi itu menjadi fenomena menarik, Gunungkidul dengan segala keterbatasannya tetapi bisa menarik dan menjadi daya tarik. "Orang Jakarta sekarang berbondong-bondong datang untuk investasi ke Gunungkidul. Kami boleh menyebut misalnya Raffi Ahmad," katanya dalam Summer Course di Dusun Kudu, Kalurahan Ngestirejo, Tanjungsari, Gunungkidul, Kamis (27/6/2024).

Alumnus UGM ini menambahkan, investasi bisa menjadi persoalan terkait keberlangsungan hidup ke depan, jika tahapannya tidak terkelola dengan baik. Karena setiap pembangunan selalu memberikan dampak. Salah satu kekayaan alam penting di Gunungkidul yang harus dilindungi adalah sumber air bawah tanah yang menjadi penghidupan.

Keberadaan sungai bawah tanah sangat terkait dengan bentang alam karst. Jika kondisinya rusak maka akan berdampak terhadap kuantitas dan kualitas air bawah tanah. "Dalam penelitian Haryono [Prof Eko Haryono UGM], water content atau sumber air bawah tanah di Gunungkidul itu ada sekitar 21,52 persen sampai 34,93 persen, ini harus diupayakan dilindungi. Karena ketika ada yang dirusak, maka sumber air ini akan rusak juga," katanya.

Oleh karena itu Chay menyarankan pemerintah perlu membentuk semacam paguyuban yang di dalamnya berisi berbagai elemen. Perkumpulan ini bisa menjadi media melakukan pembahasan ketika ada investor masuk khususnya menyasar bentang alam karst dengan tujuan untuk memperkuat partisipasi publik. Dengan demikian sifat investasi harus berkelanjutan untuk alam dan diarahkan ke ramah lingkungan.

"Bentuknya terserah bisa paguyuban atau diberi nama apa terserah, Jogja ini ahli dalam hal diskusi paguyuban untuk menyelesaikan masalah. Dari media ini nantinya akan menguatkan partisipasi publik dalam merespons investasi masuk karena ide dan saran dikomunikasikan bersama termasuk di dalamnya ada investor," katanya.

BACA JUGA : Kawasan Bentang Alam Karst Gunungkidul Minta Diatur Lebih Detail, Pemkab: Demi Masyarakat

Pakar Kehutanan UGM yang juga Dosen Instiper Jogja Agus Setyarso menambahkan lansekap di Gunungkidul memang unik dan menarik. Kondisi flora dan bentang alam karst yang ada, sangat berkaitan dengan ketersediaan air bawah tanah. Semua pihak harus memiliki tanggungjawab untuk menjaga ekosistem tersebut demi keberlanjutan.

Ramah Lingkungan

Investasi sah-sah saja, namun harus sesuai dengan ketentuan yang ada dan diupayakan tidak mengarah ke kerusakan lingkungan. Tak kalah pentingnya komunikasi antarpemangku kepentingan harus berjalan dengan baik dalam mendiskusikannya. Agus mencontohkan ekowisata ramah lingkungan seperti telah berjalan di Dusun Kudu Ngestirejo, Tanjungsari bisa menjadi referensi dalam pengembangan kawasan.

"Tetapi saat ini ketika terjadi pembangunan berbasis sektor sering terjadi missing [kehilangan] komunikasi, kolaborasi antar organisasi pemerintahan," ujarnya

Ketua Desa Wisata Gunungkidul sekaligus pendiri Greenhouse Lelaki Sintal (Lele Lahan Kering Sistem Terpal) Agung Nugroho sepakat, segala bentuk investasi harus sesuai ketentuan. Menurutnya, kalangan UMKM di Ngestirejo sebenarnya sangat antusias dengan rencana pembangunan beach club Raffi Ahmad. Meski pada akhirnya batal, pelaku wisata masih memiliki alternatif lain destinasi ramah lingkungan seperti greenhouse yang ia kembangkan di RT04/RW03 Ngestirejo, Tanjungsari.

"Greenhouse ini sudah diakui sebagai Smart Agroforestry Cerdas masyarakat di kawasan karst. Kami hanya memanfaatkan lahan kosong sebagai media konservasi produktif. Tidak hanya lele dan berbagai jenis ikan yang kami kembangkan tetapi ada ayam dan lain-lain," ujarnya.

BACA JUGA : Investasi Beach Club Raffi Ahmad di Gunungkidul Batal, Ini Tanggapan Dispertaru

Panitia Summer Course M Darul Falah menyatakan kegiatan itu diikuti para peneliti perwakilan negara ASEAN. Mereka sangat antusias dengan kondisi kearifan lokal serta pengembangan destinasi wisata yang ramah lingkungan. "Gunungkidul ini sebagian besar wilayahnya karst yang rentan. Sehingga perlu ada peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologis, guna menyangga sistem kehidupan masyarakat," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Gempa Magnitudo 5,1 Guncang Pangandaran Jawa Barat

News
| Senin, 01 Juli 2024, 00:27 WIB

Advertisement

alt

Harga Tiket Masuk Museum Benteng Vredeburg dan Jam Buka

Wisata
| Sabtu, 29 Juni 2024, 16:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement