Advertisement

Jogja Mendongeng, Jogja Istimewa Ditunjukkan dalam Bentuk Dongeng

Media Digital
Minggu, 30 Juni 2024 - 21:57 WIB
Maya Herawati
Jogja Mendongeng, Jogja Istimewa Ditunjukkan dalam Bentuk Dongeng Salah satu peserta Jogja Mendongeng unjuk kebolehan di Auditorium LIP Jogja, Minggu (30/6/2024). Harian Jogja - Yosef Leon

Advertisement

JOGJA—Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY menggelar Jogja Mendongeng sebagai upaya mengajak masyarakat, terutama anak-anak, menarasikan berbagai hal dalam bentuk cerita. Budaya bertutur disebut menjadi salah satu metode yang baik untuk mengajarkan hal positif kepada anak.

Jogja Mendongeng yang digelar pada Minggu (30/6) merupakan kali kedua yang diadakan oleh Kundha Kabudayan DIY. Pada tahun ini tema yang diangkat adalah Titi Mangsa yang banyak dikenal sebagai penanda waktu bagi petani dalam menentukan masa tanam. Tema itu dipilih lantaran kearifan lokal dianggap harus terus dilestarikan dan bisa dijadikan salah satu materi dalam mendongeng.

Advertisement

Mengambil tempat di Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Jogja, sejak pagi puluhan anak dengan didampingi oleh orang tua mereka sudah memadati lokasi tersebut. Acara yang digelar di Auditorium LIP itu bahkan penuh sesak. Antusiasme peserta yang sebagian besar anak-anak cukup signifikan untuk berpartisipasi dalam agenda ini.

Jogja Mendongeng dibuka dengan penampilan Joice, murid dari SDN Ungaran 1 Jogja. Tampilannya mencolok dengan baju beraneka warna. Panggung tiba-tiba padam dan seketika dirinya masuk dengan mengenakan senter di kepala. Dialog pembuka yang dibangunnya dengan audiens yang rata-rata merupakan para bocah sukses menyedot perhatian.

Joice membawakan dongeng berjudul Menjaga Bumi Kita. Ia dengan apik menarasikan pengalaman fiktifnya dengan gerak-gerik, ekspresi wajah dan intonasi suara yang memikat. Beberapa kali penonton dibuatnya terpingkal dengan caranya membawakan cerita yang punya nilai moral jangan membuang sampah ke sungai.

Menuju Jogja Lebih Baik

Kepala Kundha Kabudayan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, mengatakan gelaran Jogja Mendongeng merupakan kerja sama instansinya dengan lembaga Edutania yang fokus dalam mengelola dongeng sebagai ekspresi tradisi lisan. Tahun ini peminatnya cukup banyak tapi yang masuk kriteria hanya 20 peserta dan setelah disaring terpilih lah lima orang peserta yang akan tampil dalam ajang tersebut. "Kesempatan ini harus dimanfaatkan untuk menggali kemampuan anak dalam mendongeng," jelasnya.

Dalam proses kurasi peserta itu Kundha Kabudayan melibatkan akademisi dan juga seniman teater. Mereka memilih peserta sesuai dengan kriteria dan materi tema maupun cara menarasikan dongengnya.

BACA JUGA: Demi Pembangunan Berkelanjutan, Pemkab Gunungkidul Larang Warga Bakar Sampah

Sebanyak lima peserta yang terpilih itu akan menjadi wakil dari peserta lain yang belum lolos. Menurut Dian, mendongeng terutama kepada anak-anak akan membawa hal yang positif dalam bidang pendengaran. "Kami juga percaya mendongeng mampu membuat Jogja jadi lebih baik. Substansi mendongeng akan bisa ditularkan ke orang lain, nilai itu yang dibutuhkan dalam tantangan Jogja ke depan," jelasnya.

Dian menambahkan panggung yang dekat dengan penonton dalam acara ini juga membuat interaksi peserta semakin intens dengan para penonton. Ia mengajak serta orang tua yang hadir pada acara itu untuk terus menggalakkan kebiasaan mendongeng kepada anak sebagai bagian dari melestarikan tradisi lisan. "Karena Jogja punya banyak sekali substansi yang bisa dijadikan materi. Misalnya Candi Prambanan, Sultan Agung, dan Kraton Yogyakarta. Jadi membuat Jogja yang istimewa bisa ditunjukkan dalam bentuk dongeng," ujarnya.

Ajarkan Nilai dan Moral

Kurator Jogja Mendongeng, Apri Damai Sagita Krissandi, menyebut mendongeng menjadi salah satu cara yang paling tepat untuk mengajarkan nilai dan moral kepada anak. Nilai sebagai suatu yang abstrak biasanya akan lebih mudah dicerna oleh anak ketika dinarasikan dalam bentuk cerita. Apalagi cerita itu sangat dekat dengan lokasi dan kehidupan sehari-hari. "Dongeng itu sarana paling efektif untuk menyampaikan nilai dan moral yang sifatnya abstrak. Misalnya orang tua menasihati anak kamu harus jujur, itu kan abstrak. Kalau dengan dongeng dan dinarasikan itu pasti bisa ditangkap dengan konkret," jelasnya.

Lewat dongeng pula anak akan paham makna suatu nilai dan moral pada sebuah cerita itu apa dan bagaimana menerapkannya dalam diri sendiri serta kehidupan nyata. Apri juga percaya nilai dan moral yang abstrak itu sangat bisa sampai ke anak dengan dongeng, serta orang tua punya tanggung jawab untuk melakukan itu kepada anaknya masing-masing. "Sementara bagi anak, dongeng itu membangun respons. Misalnya anak didongengi mereka akan menerima secara reseptif dengan tanggapan dan pernyataan lain. Mereka juga berlatih bahasa dan cara bertutur," ungkap dia.

Apri menjelaskan dalam Jogja Mendongeng awalnya panitia menerima kiriman video peserta mendongeng untuk diseleksi. Total ada delapan penilai yang mengkurasi karya peserta dan terpilih lima orang untuk tampil dalam acara itu. Lima orang itu telah diklasifikasi berdasarkan tema dan materi yang mereka bawakan dengan rincian satu orang dewasa dan empat lainnya anak-anak. "Jadi total ada delapan penampil di acara ini dengan tambahan tiga dari bintang tamu," jelas dia. (***)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Ribuan Buruh Bakal Demo di Depan Istana Negara Besok, Ini 7 Poin yang Dituntut

News
| Selasa, 02 Juli 2024, 18:07 WIB

Advertisement

alt

Harga Tiket Masuk Museum Benteng Vredeburg dan Jam Buka

Wisata
| Sabtu, 29 Juni 2024, 16:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement