Advertisement

Gelar Pameran Tunggal, Putu Winata Suarakan Keresahan Terbengkalainya Subak di Bali

Alfi Annisa Karin
Jum'at, 05 Juli 2024 - 11:17 WIB
Sunartono
Gelar Pameran Tunggal, Putu Winata Suarakan Keresahan Terbengkalainya Subak di Bali Seorang seniman lukis asal Denpasar Bali, Putu PW Winata menggelar pameran tunggal di Kedai Kebun Forum pada 3-5 Juli 2024 mengangkat tema terkait terbengkalainya subak di Bali Harian Jogja - Alfi Annissa Karin

Advertisement

Harianjogja.com, MANTRIJERON—Seorang seniman lukis asal Denpasar Bali, Putu PW Winata menggelar pameran tunggal di Kedai Kebun Forum, Jogja pada 3-5 Juli 2024. Putu mengangkat tema “Tutur Jatiluwih”.

Lewat kegiatan pameran ini, dia mencoba menangkap fenomena terbengkalainya subak atau sistem perairan sawah di Desa Jatiluwih, Bali. Subak bahkan ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Komponen subak terdiri dari lanskap sawah berteras, persawahan yang dihubungkan dengan sistem saluran air, desa, pura, dan hutan yang melindungi pasokan air.

Advertisement

BACA JUGA : Bangkitkan Memori lewat Seni, SMAN 9 Jogja Bikin Pameran Karya Visual

Subak juga berarti perkumpulan petani pengelola air irigasi di lahan sawah dan eksis di Pulau Bali selama hampir 1.000 tahun. Subak mewujudkan kearifan tradisional Bali tentang cara hidup yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Putu menyebut warga Jatiluwih masih menerapkan ritual subak dan praktiknya terbilang yang paling lengkap jika dibandingkan daerah lainnya di Bali.

Sebanyak 16 ritual subak masih dijalankan oleh petani anggota subak di Jatiluwih. Air punya peranan penting dan sakral dalam berbagai kegiatan spiritual. Air digunakan saat memulai dan mengakhiri tahapan menanam padi.

“Upacara pertama kali ada mengambil air di hulu. Itu saja mereka sudah meritualkan dengan baik. Dan terakhir setelah mereka panen ditumbuk lalu dilarungkan, sehingga dalam sikus kehidupan Bali itu sakral,” kataPutu, Kamis (4/7/2024).

Subak jadi inspirasi bagi Putu untuk berkarya. Dia menuangkan keresahannya lewat lukisan abstrak. Putu memilih menggunakan lebih banyak warna gelap. Ini agar berbeda dengan karya Putu sebelumnya yang cenderung didominasi oleh warna cerah. Warna gelap itu juga sekaligus menyiratkan keberadaan sisi gelap Jatiluwih.

“Secara visual ingin menyampaikan bahwa di balik Jatiluwih yang indah itu ada hal yang kurang diperhatikan,” imbuhnya.

Menurut Putu, Jatiluwih turut menjadi penanda fase penting dalam kariernya di bidang seni rupa. Tak tanggung-tanggung, pada karya ini Putu turut melakukan riset lapangan dan riset pustaka yang intensif. Dia turun ke sentra subak hingga menyelami lingkungan dan praktik subak di Jatiluwih. Putu juga berdiskusi dengan petani dan pemangku kepentingan lainnya. Dia mencicipi hasil pertanian lokal dan mempelajari literatur subak.

“Saya hanya mengcapture kondisi yang ada. Mungkin dengan pameran ini kita coba membuat agar berbagai pihak seperti pemerintah maupun pihak swasta untuk aware,” tuturnya.

BACA JUGA : Profil Almarhum Djoko Pekik, Pernah Gelar Pameran Tak Lazim

Bukan kali pertama bagi Putu menggelar pameran tunggal. Seri subak ini sempat dipamerkan juga pada gelaran Art Jakarta Gardens (April), Focus Art Fair New York (Mei), dan di D Gallerie, Jakarta (Juni).

“Harapannya karya-karya ini dapat mengangkat kearifan lokal dan menjadi pesan universal tentang pentingnya menjaga alam dan merawat nilai spiritual di dunia yang dihantui problem ekologis dan krisis kemanusiaan,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Bersaing dengan Finalis dari 71 Negara, Puteri Indonesia Sukses Raih Miss Supranational 2024

News
| Minggu, 07 Juli 2024, 22:07 WIB

Advertisement

alt

Mencicip Nasi Jamblang Khas Cirebon di Kota Jogja

Wisata
| Sabtu, 06 Juli 2024, 13:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement