Penentuan Istinbat Diharapkan Berkontribusi untuk Masalah Peradaban Terkini
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Proses mengeluarkan hukum Islam atau dikenal dengan istinbat harus didasarkan pada akal dan pikiran dengan menyesuaikan perkembangan zaman. Salah satu kondisi terjadi saat ini adalah transaksi jual beli online yang secara wujud tidak tampak. Meski demikian, para ulama dan pakar dalam menentukan harus mempertimbangkan banyak hal.
"Contoh kompleksitas jual beli saham yang menimbulkan perdebatan karena sifatnya yang fluktuatif. Sementara jika merujuk pada kitab klasik, jual beli seperti itu tidak diperkenankan karena bentuk dari benda yang diperjualbelikan tidak terlihat, tidak ada yang diserahterimakan," kata Ketua PBNU KH Ahmad Fahrur Rozi dalam seminar Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail, Jumat (2/8/2024).
Advertisement
BACA JUGA : Sejarah Lahir Harlah NU Dimulai dari Kisah 3 Kiai Jawa Timur Ini
Ia berpendapat bahwa jual beli saham itu diperbolehkan. Karena saham merupakan hal yang baru sehingga harus definisikan dengan cara yang baru. Pesatnya perkembangan teknologi, jual beli tidak lagi hanya terbatas barang, tetapi dalam bentuk nilai. Ramainya transaksi jual beli di marketplace dan sepinya pasar tradisional, namun bukan masalah, karena kesepakatan akad jual beli sudah berubah ke online.
"Seperti vaksin karena adanya perbedaan hukum antar lembaga. Untuk itu, pemerintah harus bijak dalam menetapkan sebuah keputusan hukum agar terhindar dari ketidakpastian hukum," ujarnya.
Katib PBNU KH. Sarmidi Husna sebagai pimpinan sidang dalam kegiatan Bahtsul Masail menjelaskan Bahtsul Masail pertama kali digunakan secara formal melalui muktamar pada tahun 1926 dan dilakukan setiap tahun sebelum akhirnya diubah menjadi lima tahun sekali. Pada Muktamar ke-26 di Jogja, disepakati adanya Lajnah Bahtsul Masail yang terdiri dari tiga komisi yaitu Waqiyah menentukan halal dan haram, Mauduiyah membahas konsep-konsep dan Qonuniyah yang mengkaji Peraturan seperti Kepres dan sejenisnya.
Rektor UIN Sunan Kalijaga Profesor Al Makin mengaku bersyukur UIN diberi kepercayaan menjadi ajang pertemuan dan tukar pikiran terkait hukum Islam. Menurutnya ulama memiliki peran besar dalam menjaga kokohnya negara ini. "Karena Indonesia memiliki potensi besar untuk berperan dalam memberikan fatwa yang berlaku di dunia internasional sebagaimana peran yang dilakukan oleh Universitas Al Azhar di Mesir yang memiliki peran secara sosial, nasional, dan politik," ujarnya.
BACA JUGA : Jelang Pemilu 2024, PBNU Tolak Politik Identitas
Kepala Kanwil DIY Ahmad Bahiej menilai pentingnya kolaborasi antara PBNU, Kemenag, dan UIN Sunan Kalijaga dalam menyelenggarakan kegiatan tersebut. Kolaborasi tersebut melibatkan banyak pihak karena kompleksitas permasalahan di masyarakat memerlukan kerja sama antara pemerintah, praktisi, dan akademisi. "Karena ini tidak bisa diselesaikan satu pihak saja," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pemerintah Inggris Dukung Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- KAI Amankan 7.200 Barang Milik Penumpang, Total Senilai Rp11,4 Miliar
- Pekerja Kreatif Bertemu Calon Walikota Jogja Hasto Wardoyo, Bahas Apa?
- Hasil Pemetaan dan Rekomendasi dari Bawaslu Bantul Terkait Potensi TPS Rawan di Pilkada Bantul 2024
- Puluhan Pengumpul Sampah Datangi Rumah Cabup Sleman Harda Kiswaya, Sampaikan Keluhan dan Harapan
- Rutin Melakukan CSR, Kali Ini The Phoenix Hotel, Grand Mercure dan Ibis Yogyakarta Adisucipto Mengunjungi PAUD Stroberi
Advertisement
Advertisement