Advertisement

Pembentukan Badan Layanan Umum Museum Bisa Perbaiki Tata Kelola Wisata

Yosef Leon
Kamis, 19 September 2024 - 20:37 WIB
Maya Herawati
Pembentukan Badan Layanan Umum Museum Bisa Perbaiki Tata Kelola Wisata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI Hilmar Farid dalam pemaparannya bertajuk Masa Depan Cultural Administration and Cultural Policy Indonesia di Jogja pada Kamis (19/8 - 2024). (email)

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Museum dan Cagar Budaya atau Indonesian Heritage Agency (IHA) dapat memperbaiki tata kelola wisata museum dan cagar budaya di seluruh Indonesia.

Hal ini diutarakan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) HIlmar Farid dalam kuliah umum di UGM, Kamis (19/9/2024).

Advertisement

“Sebelumnya banyak keluhan dari masyarakat kalau tempatnya kurang memadai, toiletnya tidak representatif (museum dan cagar budaya), tidak pernah ada konsolidasi maunya ke mana. Untuk itu, kita perbaiki dengan pembentukan BLU Museum dan Cagar Budaya,” katanya.

Menurutnya, sebelum pembentukan IHA ada banyak wisata museum yang belum berfungsi secara maksimal karena permasalahan birokrasi.

“Sebelumnya, ada cukup banyak tempat yang fungsinya seperti museum, punya koleksi, menyediakan tempat pameran, tetapi karena aturan yang ada, tidak bisa disebut sebagai museum. Ini permasalahan di dalam sistem birokrasi kita, maka yang kita lakukan sekarang adalah mengonsolidasi seluruh aset itu di bawah satu atap dan dikelola di dalam satu manajemen,” ujar dia.

Selain itu, menurutnya, sebelum ada IHA sistem tiket masuk ke museum dan cagar budaya juga tidak memiliki standar.

“Soal ticketing, ada cagar budaya yang menetapkan pembelian tiket, kerja sama dengan pemerintah daerah, dan itu negosiasi, pembagian harga tiket dan seterusnya sangat bervariasi dan tidak ada standar. Kita ingin semua ini menjadi jauh lebih efisien, ditempatkan di satu manajemen,” ucapnya.

Hilmar menyebutkan beberapa manfaat yang dapat dirasakan dari pembentukan BLU Museum dan Cagar Budaya, pertama yakni fleksibilitas pengelolaan keuangan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) oleh BLU tersebut.

“Birokrasi negara kita pada umumnya tidak menerima pemasukan karena kita betul-betul cuma fokus pada pengeluaran. Dengan ini, ada PNBP yang dikelola oleh BLU. Hasil yang diperoleh dari PNBP bisa dikelola dengan BLU yang bersangkutan, menjadi insentif bagi pengelola untuk mencari pendapatan sehingga layanan bisa kita tingkatkan,” katanya.

BACA JUGA: Beri Waktu Memanjakan Diri Saat Penat dengan Pekerjaan atau Tugas Kuliah

Selain itu, yang kedua yakni adanya profesionalisme untuk merekrut tenaga-tenaga profesional seperti kurator yang ketersediaannya belum tentu ada di lembaga atau kementerian.

“Misal kita ingin merekrut orang yang berpendidikan sebagai kurator, belum tentu tersedia di dalam talent pool kementerian kita, harus datang dari luar, kalau datang dari luar kita tidak bisa bayar hanya dengan honor sebagai tenaga honorer, enggak akan ada yang mau. Kurator kalau di luar negeri itu sekelas guru besar. Untuk bisa mengakses tenaga-tenaga yang kompeten dan profesional, BLU punya keleluasaan yang tidak dimiliki unit pelaksana teknis lainnya,” paparnya.

Keuntungan lain yang bisa didapatkan, lanjut dia, yakni peningkatan layanan publik dengan fokus pada penghasilan serta adanya peluang pengembangan dan ekspansi layanan dengan inovasi.

Meski begitu, Hilmar juga menyebutkan adanya risiko dari pembentukan BLU Museum dan Cagar Budaya tersebut, di antaranya komersialisasi layanan publik yang mengutamakan pendapatan, dan adanya resistensi serta konflik pejabat struktural atau fungsional.

“Untuk itu, kepemimpinan menjadi kunci, punya enggak keseimbangan untuk menata hal tersebut, sehingga ia harus punya visi yang jelas. Ketika transformasi dilakukan, ada resistensi, orang kalau sudah hidup di dalam zona nyaman, dia akan susah keluar membayangkan berfungsi lain, jadi kemampuan menavigasi perlu diubah,” tuturnya.

 

Perubahan Bidang Kebudayaan

 

Dalam kesempatan itu Hilmar menyatakan, ada beberapa perubahan penting di bidang kebudayaan yang kini pengelolaannya jauh berbeda dibandingkan masa lalu. Dengan terbitnya Undang-Undang (UU) No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, museum yang sebelumnya berada di bawah kendali pemerintah pusat lewat kantor wilayah sekarang bisa diurus oleh kepala dinas.

"Kemudian keberadaan taman budaya, sebelum adanya otonomi daerah yang urus setingkat Dirjen tapi sekarang sudah di bawah kendali daerah," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kemenkeu Terbitkan PMK Perpanjangan Insentif Pajak Pembelian Rumah

News
| Jum'at, 20 September 2024, 02:57 WIB

Advertisement

alt

Menikmati Keindahan Alam dan Sungai di Desa Wisata Srikemenut Bantul

Wisata
| Rabu, 18 September 2024, 10:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement