Advertisement
Konsumsi BBM Bersubsidi untuk Nelayan Gunungkidul Terus Meningkat

Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Dinas Kelautan dan Perikanan Gunungkidul mengatakan permintaan BBM untuk nelayan terus meningkat di setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari realisasi kebutuhan yang tercatat dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Sebagai gambaran, di 2023 kebutuhan BBM jenis pertalite mencapai 873.600 liter dan solah menembus 119.640 liter. Di 2024, kebutuhan meningkat karena konsumsi pertalite di kalangan nelayan Gunungkidul mencapai 1.838.400 liter, sedangkan solar sebanyak 691.200 liter.
Advertisement
“Memang tingkat konsumsi bertambah. Untuk kebutuhan terbanyak berada di Pelabuhan Sadeng di Kapanewon Girisubo,” kata Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan dan Perikanan Gunungkidul, Wahid Supriyadi, Jumat (18/7/2025).
Dia menjelaskan, untuk tahun ini mengajukan kuota pertalite sebanyak 1.998.000 liter dan solar mencapai 748.800 liter. Adapun tingkat penyerapan hingga Juli, Wahid mengakui belum memonitor secara langsung.
“Yang jelas akan terlihat saat akhir tahun. Apakah dari kuota yang diajukan terserap semua atau tidak,” katanya.
Menurut dia, kebutuhan BBM bersubsidi merupakan hal krusial bagi nelayan di Gunungkidul. Oleh karenannya, didalam usulan pembentukan Kampung Nelayan Merah Putih juga dilengkapi dengan fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) khusus nelayan. “Tapi untuk kepastiannya juga bergantung dengan kebijakan dari pemerintah pusat,” katanya.
Ketua Kelompok Nelayan di Pelabuhan Sadeng, Sarpan mengatakan, keberadaan SPBU khusus nelayan sangat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan menjadi sarana yang vital bagi nelayan untuk melaut.
Ia mencontohkan untuk kapal sekoci sekali melaut membutuhkan solar hingga mencapai 350 liter. Adapun kapan inka mina yang ukurannya lebih besar dengan ukuran 90 GT, maka butuh sekitar 2.500 liter sekali melaut yang bisa memakan waktu selama sepuluh hari.
BACA JUGA: Wapres Gibran Tekankan Dana BSU untuk Kegiatan Produktif Bukan untuk Judi Online
“Solar menjadi kebutuhan mendasar bagi nelayan khususnya untuk kapal di atas sepuluh GT,” kata Sarpan.
Hal yang sama juga berlaku bagi nelayan kecil yang menggunakan mesin tempel. Perahu jenis ini membutuhkan BBM jenis pertalite untuk menangkap ikan di laut.
“Ada koperasi yang memasok, tapi memang harganya lebih mahal. Contohnya pertalite dijual Rp11.000 per liternya,” katanya.
Menurut dia, nelayan berharap ada fasilitas SPBU khusus nelayan sehingga dapat memeroleh harga BBM seperti di pasaran pada umumnya. Sarpan tidak menampik keberadaan SPBU pernah ada di Pelabuhan Sadeng di era 1990an, tapi berhenti beroperasi di 2002 lalu.
“Mungkin dulu yang membutuhkan BBM tidak sebanyak sekarang, jadi operasinya berhenti. Tapi, sekarang para nelayan sangat membutuhkan adanya SPBU untuk mendapatkan pasokan BBM yang lebih murah,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun, Ini Empat Pertimbangan Hakim yang Memberatkan di Kasus Impor Gula
Advertisement

Taman Kyai Langgeng Magelang Kini Sediakan Wisata Jeep untuk Berpetualang
Advertisement
Berita Populer
- Dorong Daya Saing, BRI Fasilitasi Sertifikasi Halal Bagi UMKM
- Inkubator Bisnis Co Preneur Dukung Koperasi Desa Merah Putih Kembangkan Usaha
- Transmigran Sleman Lahannya Diserobot Perusahaan Sawit, Pemerintah Upayakan Dapat Tanah Hutan Sosial
- Beberapa Guru Sekolah Rakyat Mengundurkan Diri, Mensos: Kami Sedang Upayakan Penambahan
- Jadwal KA Bandara YIA Hari Ini, Jumat 18 Juli 2025
Advertisement
Advertisement