Advertisement

Status Merapi Naik Jadi Waspada, 3 Km dari Puncak Diminta Mengungsi

Nugroho Nurcahyo
Selasa, 22 Mei 2018 - 00:10 WIB
Nugroho Nurcahyo
Status Merapi Naik Jadi Waspada, 3 Km dari Puncak Diminta Mengungsi Catatan seismograf stasiun Pusunglondon letusan freatik merapi. - Harian Jogja/Desi Suryanto

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menaikkan status aktivitas Gunung Merapi dari Normal menjadi Waspada terhitung Senin (21/5/2016) pukul 23.00 WIB.

Kenaikan status aktivitas Gunung Merapi itu dilakukan karena gunung vulkanis teraktif itu berkali-kali mengalami letusan freatik sepanjang 24 jam diikuti gempa vulkanik dan gempa tremor pada Senin. Frekuensi letusan freatik yang tinggi disinyalir menjadi pertanda munculnya letusan magmatik.

Advertisement

“Sehubungan dengan meningkatnya aktivitas letusan freatik, gempa VT dan gempa Tremor, maka menjadi pertimbangan bagi kami untuk menaikkan status aktivitas Merapi dari Normal ke Waspada,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida di kantor BPPTKG, Jl Cendana, Jogja, Senin malam.

Dengan naiknya status itu, BPPTKG tidak merekomendasikan kegiatan pendakian di Gunung Merapi kecuali untuk penyelidikan dan penelitian berkaitan dengan mitigasi bencana. “Radius tiga kilometer dari puncak agar dikosongkan dari aktivitas penduduk,” kata Hanik.

Dia mengatakan berdasar catatan seismograf Stasiun Pusunglondon selama 10 hari terakhir hingga Senin siang, sudah terjadi tiga letusan freatik Gunung Merapi. Namun, catatan itu tak termasuk letusan freatik pada Senin petang.

“Sama sekali tidak ada gejala awal apa pun yang menunjukkan akan terjadi letusan freatik pada dua letusan yang terjadi secara berturut-turut pada hari ini [Senin]. Baik letusan pada dini hari atau pagi,” ujar Hanik.

Pada letusan freatik yang terjadi dini hari tersebut, kamera thermal merekam terjadi kenaikan suhu hingga 200 derajat Celcius secara mendadak. Begitu pula dengan letusan kedua juga terjadi perubahan suhu secara mendadak meskipun tidak setinggi saat letusan pertama. “Suhu langsung tinggi saat terjadi letusan. Tidak ada gejala dengan peningkatan suhu secara perlahan-lahan,” tutur dia.

Hanik menyebut tidak adanya gejala awal sebelum terjadi letusan freatik merupakan hal yang cukup wajar. Apalagi dua letusan yang terjadi tersebut berskala kecil. Berdasarkan studi yang dilakukan terhadap 115 kejadian letusan freatik, sebanyak 62% disertai dengan gejala awal, 22% gejala yang menyertai tidak jelas, dan 16% sama sekali tidak disertai gejala. Dengan begitu, Hanik meminta masyarakat tidak panik namun tetap meningkatkan kewaspadaan.

Setelah erupsi freatik pada 11 Mei lalu, jalur pendakian Gunung Merapi memang masih ditutup. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM) Sleman Akhmadi mengatakan pendakian Gunung Merapi masih ditutup sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Berdasarkan catatan Pos Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang, terjadi tiga letusan freatik dalam sehari kemarin, yakni pada pukul 01.25 WIB, 09.38 WIB, dan 17.50 WIB. Kepala Pos PGM Kaliurang Sunarto mengatakan embusan asap pada erupsi freatik pertama setinggi 700 meter. Dibandingkan dengan letusan freatik pada Jumat (11/5), embusan kali ini lebih kecil. Dua pekan lalu, tinggi kolom asap mencapai 5.000 meter. Pada pukul 09.38 WIB, Merapi kembali meletup secara freatik selama enam menit dan menghasilkan bubungan asap setinggi 1.200 meter. Pada 17.50 WIB, durasi erupsi freatik lebih pendek ketimbang dua letusan sebelumnya, yakni hanya tiga menit.

Tiga letusan freatik itu menghasilkan hujan abu di kawasan lereng Merapi. Hujan abu dari letusan pertama dan kedua mengarah ke barat daya. “Hujan abu turun di sekitar Magelang,” ujar dia di Pos PGM Kaliurang.

Adapun letusan freatik pada Senin petang memaksa penduduk di Cangkringan mengungsi.

Meskipun betkali-kali memuntahkan letusan freatik, menurut Sunarto, kondisi Gunung Merapi masih aktif normal. Dia mengatakan erupsi freatik di Gunung Merapi sulit ditebak.

“Kabut tebal menyelimuti Gunung Merapi, sehingga secara kasat mata, kondisi Gunung Merapi tak bisa diamati dengan detail,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus

News
| Jum'at, 26 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement