Advertisement

Merawat Persaudaraan lewat Rebo Pungkasan

Rahmat Jiwandono
Kamis, 08 November 2018 - 20:20 WIB
Arief Junianto
Merawat Persaudaraan lewat Rebo Pungkasan Lemper raksasa yang jadi simbol Rebo Pungkasan, Selasa (6/11/2018). - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Acara Rebo Pungkasan yang digelar di Desa Wonokromo, Pleret, Bantul menjadi simbol tali persaudaraan yang kian dipererat. Rebo Pungkasan digelar pada Rabu terakhir di bulan Safar, tepatnya Selasa (6/11/2018).

Upacara adat Rebo Pungkasan sejatinya merupakan wujud syukur kepada Tuhan YME, serta mengenang Kiai Faqih Usman atau Kiai Welit sebagai tokoh penting masuknya Islam di Wonokromo. Tokoh tersebut juga dianggap berjasa menyembuhkan wabah penyakit.

Advertisement

Acara Rebo Pungkasan pada Selasa malam dihadiri antara lain oleh Bupati Bantul Suharsono, Kepala Dinas Kebudayaan Bantul Sunarto, Camat Pleret M. Alwi, Kapolsek Pleret AKP Sumanto dan sejumlah pejabat daerah.

Acara ini antara lain diisi dengan aktivitas mengarak lemper raksasa dari Masjid Al Huda Karanganom menuju Balai Desa Wonokromo. Kirab tersebut diikuti oleh warga dari 12 dusun yang ada di Desa Wonokromo. Seusai peserta kirab sampai di Pendopo Balai Desa Wonokromo, dilakukan sambutan dari Suharsono selaku Bupati Bantul.

Seperti gelaran pada tahun-tahun sebelumnya, pada Rebo Pungkasan kali ini, panitia juga menghadirkan ada lemper berukuran raksasa dengan panjang sekitar 2,5 meter dan diameter 0,5 meter.

Lemper raksasa itu dibuat secara massal dengan melibatkan sekitar 25 orang warga. Selain itu, diperlukan pula puluhan kilo beras dan daging ayam untuk membuat lemper super jumbo tersebut.

Setelah sambutan selesai dibacakan, lemper raksasa itu lantas dipotong oleh Bupati Suharsono, sedangkan ribuan lemper kecil dilemparkan kepada pengunjung di pelataran Balai Desa Wonokromo.

Pelemparan lemper tersebut dinyatakan sebagai tanda telah berlangsungnya Rebo Pungkasan atau Rabu terakhir di bulan Safar. Warga pun sangat antusias berebut lemper yang dilempar tersebut. Bahkan ada yang sengaja datang hanya untuk mendapatkan lemper.

Kepala Seksi (Kasi) Pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Dinas Pariwisata (Dispar) DIY Wardoyo mengatakan dalam acara Rebo Pungkasan, lemper merupakan simbol kerukunan antarmasyarakat. Selain mengandung nilai-nilai filosofi sosial yang luhung, jika dikemas dengan kreativitas yang menarik, acara itu menurut dia bisa mengundang datangnya wisatawan. Tentu saja, kata Wardoyo, cara pengemasan tentu tidak boleh menyimpang dari keyakinan para warga setempat. "Cara mengemasnya misal lempernya diarak saat ada karnaval, dibawa ke event kebudayaan, dan dipromosikan melalui media sosial," kata dia kepada Harian Jogja, Kamis (8/11).

Wardoyo menjelaskan, Rebo Pungkasan awalnya merupakan upacara tradisional yang pelaksanaanya di area tempuran (tempat bertemunya dua sungai) Gajah Wong dan Opak. Hal ini berhubungan legenda Sultan Agung saat mengadakan pertemuan dengan penguasa pantai selatan yaitu Kanjeng Ratu Kidul.

Lantaran dikhawatirkan akan berefek negatif, acara tersebut lantas digeser menjadi bentuk acara mengarak gunungan lemper diiringi arak-arakan. “Rebo Pungkasan sendiri sudah dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda dan sudah terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus

News
| Jum'at, 26 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement