Advertisement

Promo November

Ditolak Warga, Ini Penjelasan Desa Margorejo tentang Pembangunan Agrowisata Kelengkeng

Hery Setiawan (ST 18)
Kamis, 09 Juli 2020 - 15:37 WIB
Nina Atmasari
Ditolak Warga, Ini Penjelasan Desa Margorejo tentang Pembangunan Agrowisata Kelengkeng Staf Seksi Pemerintahan Desa Margorejo, Tempel Sleman, sekaligus tokoh masyarakat Dusun Ngamboh, Supriyo Widodo. - Ist/dok pribadi

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN-- Pembangunan agrowisata kelengkeng rencananya akan dilakukan di Dusun Ngamboh dan Nglebeng, Kelurahan Margorejo, Kecamatan Tempel, Sleman. Warga ramai-ramai menolak lantaran pembangunan tersebut tidak sesuai dengan kondisi sosio kultural wilayah setempat. Penolakan juga berhubungan dengan status lahan yang digunakan merupakan tanah bengkok.

Namun, Staf Seksi Pemerintahan Desa Margorejo sekaligus tokoh masyarakat Dusun Ngamboh, Supriyo Widodo membantah lahan tersebut dikontrak selama 30 tahun. Menurutnya pihak swasta itu bekerja sama dengan pihak desa. Artinya, kata laki-laki yang akrab disapa Supri itu, penerimaan dana dilakukan apabila kegiatan budidaya kelengkeng berhasil. "Saat ini belum serupiah pun [kami] terima uang dari kerja sama," katanya, Kamis (9/7/2020).

Advertisement

Lanjutnya, durasi kerjasamanya pun tak sampai 30 tahun. "Yang benar itu 20 tahun. Gak selama itu. Yang 30 tahun itu cuma hoaks." Lahan yang dikerjasamakan tadi, kata Supri hanyalah pelungguh atau bengkok milik perangkat saja, kepala desa tidak termasuk. "Boleh dikatakan perangkat itu prihatin. Selama beberapa waktu perangkat itu gak terima pendapatan dari bengkok," ujarnya.

Baca juga: Warga Margorejo Tolak Rencana Pembangunan Agrowisata Kelengkeng

Rencananya, dari total 10 hektare lahan 70% luasnya akan dibangun lokasi budidaya tanaman kelengkeng. Sementara itu sisanya yang merupakan tanah cadas akan dibangun fasilitas pendukung agrowisata. Alasan pemilihan lokasi, kata Supri sudah tepat.

Supri juga menampik segala kekhawatiran masyarakat terhadap dampak lingkungan yang muncul akibat pembangunan agrowisata. Ia menjamin kebutuhan air tetap terpenuhi saat agrowisata tetap berdiri. Kegiatan pembangunan agrowisata sama saja dengan penataan lahan. Ke depannya warga pun juga akan dilibatkan agar tercipta kemakmuran bersama.

Selain itu, pemilihan komoditas kelengkeng, katanya sebagai pengganti salak yang nilainya kian menurun. Kondisi itu perlu disikapi dengan menyiapkan sumber pendapatan masyarakat yang baru. Supri sebagai bagian dari warga mengaku beruntung ada pihak yang mau bekerja sama membudidayakan kelengkeng.

Baca juga: Tak Ada Sanksi, Pedagang Pasar Pilih Tak Hadiri Rapid Test

Melalui sambungan telepon, Lurah Margorejo, Amad Jalaludin mengatakan agrowisata kelengkeng sebenarnya punya tujuan untuk memakmurkan warga. Jelang akhir jabatan, ia mengaku senang apabila warga bisa sejahtera melalui agrowisata.

Namun, tampaknya apa yang ia harapkan justru bertolakbelakang dengan kehendak warga. Gelombang penolakan terus berhembus. Bila warga masih menolak, kata laki-laki yang akrab disapa Amad itu pembangunan agrowisata dapat dibatalkan. Ia menyerahkan keputusan itu kepada pihak perusahaan pengembang.

"Untuk sementara ditunda dulu. Minggu lalu sudah ada kesepakatan. Pihak perusahaan diberi waktu dua bulan untuk memastikan proyek berlanjut atau tidak. Jika warga menolak, mau tidak mau proyek dibatalkan. Buat apa agrowisata dilanjutkan tapi warga menolak," katanya.

Sebelumnya diberitakan, warga menilai rencana pembangunan agrowisata kelengkeng tidak sesuai dengan situasi sosio kultural wilayah setempat. Apalagi, lahan tersebut merupakan tanah kas desa yang semestinya ditujukan untuk kepentingan warga.

"Rencananya lahan itu dikontrak oleh pihak swasta selama 30 tahun. Masalahnya, perangkat desa Margorejo yang sekarang jabatannya akan selesai tahun depan. Untuk kontrak dengan jangka waktu sepanjang itu siapa yang nanti akan bertanggungjawab?" kata Agung Budi Kuncoro, warga Dusun Nglebeng kepada Harianjogja.com, Sabtu (4/7/2020).

Kegiatan wisata, katanya, tak cocok dengan pola hidup warga setempat yang sederhana dan selama ini mengandalkan persawahan. Masih banyak warga yang mendapat penghidupan sebagai buruh tani. Menurutnya, sungguh disayangkan andai lahan tersebut disewakan kepada pihak swasta dalam jangka waktu lama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat

News
| Sabtu, 23 November 2024, 05:57 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement