Advertisement

Kisah Rohmad Pertahankan Bisnis Genting Kripik Meski Ketinggalan Zaman

Ujang Hasanudin
Kamis, 17 Desember 2020 - 12:17 WIB
Sunartono
Kisah Rohmad Pertahankan Bisnis Genting Kripik Meski Ketinggalan Zaman Rohmad dan ibunya sedang memproduksi genteng kripik di rumahnya di Dusun Polosiyo, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Bantul, Selasa (15/12). - Harian Jogja/Ujang Hasanudin.

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL--Rohmad, 45, warga Dusun Polosiyo, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Bantul, masih mempertahankan bisnis kerajina genteng kripik. Meski sudah jarang yang memproduksi, namun kerajinan genteng tradisional itu masih tetap dia pertahankan sampai sekarang.

Rohmad merupakan generasi kedua, dia melanjutkan bisnis dari sang ayah, Wardi Utomo yang sudah membangun usaha genting kripik sejak 1965 lalu. Sudah lebih dari setengah abad usaha itu dijalankan semenjak dipegang oleh ayahnya.

Advertisement

BACA JUGA : Perajin Genting Godean Keluhkan Pemalsuan

Bersama ibu dan istrinya, Rohmad saling berbagi tugas untuk membuat genteng kripik. Rohmad bagian mencangkul tanah liat kemudian mencampurnya degan pasir sungai supaya tidak lengket. Setelah adonan siap kemudian ditumpuk dalam cetakan kayu dan dipotong berlapis-lapis. Lapisan dari potongan tanah liat ini yang menjadi cikal untuk diolah oleh Istri dan ibunya, menjadi genting keripik.

“Usaha ini tiap hari saya jalani mulai pagi hingga sore hari,” kata Rohmad, Rabu (16/12/2020).

Dalam sehari Rohmad menghasilkan 200-250 genteng. Hasil kerajinannya itu dia jual dengan harga Rp900 per biji, jauh lebih murah ketimbang genteng pres. Dia biasa menjual Rp900.000 per seribu genteng.

Rohmad mengklaim genteng kripik memiliki keunggulan meski ketinggalan zaman, di antaranya lebih murah, lebih ringan. Selain itu lebih kuat dan tahan air. Menurut dia sebagian besar pemesan genteng kripik di tempatnya untuk joglo dan rumah tradisional.

BACA JUGA : Beredar Kabar Covid-19 di UGM Tengah Genting, Begini

“Selama saya menggeluti bisnis genteng kripik ini belum ada pelanggan yang komplain,” ucap Rohmad.

Lebih lanjut Rohmad mengatakan saat tahun 1960-an lalu Dusun Polosiyo dan Gunturgeni di Poncosari merupakan pusatnya genteng kripik. Bahkan jumlah perajin cukup banyak, hampir setiap keluarga membuatnya. Namun seiring maraknya genteng pres, jumlah perajin semakin menyusut. Satu persatu menyerah, tinggal keluarga Rohmad yang masih menggelutinya.

Sejauh ini tidak ada kendala berarti bagi Rohmad dalam memproduksi genteng kripik. Hanya musim penghujan ini produksi menurun karena kesulitan menjemur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah dan DPR Didesak Segera Mengesahkan RUU Perampasan Aset

News
| Jum'at, 19 April 2024, 23:47 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement