UGM Dorong Penggunaan Regulatory Sanbox di Bidang Kesehatan, Apa Itu?
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA - Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Asosiasi Healthtech Indonesia tengah mengembangkan regulatory sandbox sebagai tata kelola inovasi teknologi kesehatan. Uji coba terhadap pengembangan itu kini telah dilakukan dan diharapkan bisa menjadi salah satu acuan dalam pembentukan aturan baru.
Peneliti Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM, Elsa Herdiana Murhandarwati menjelaskan, sandboxing adalah kerangka kerja yang memungkinkan teknologi atau produk baru diuji di lingkungan dalam skala terbatas untuk menguji kelayakan produk dalam pengaturan dunia nyata, menguji batas peraturan, dan reaksi konsumen dan pasar terhadap hal yang sama. Sektor fintech telah menggunakan hal itu sebagai metode pengamanan produk namun di sektor Kesehatan masih belum digunakan.
Advertisement
"Nanti teman-teman dari perusahaan rintisan (startup) akan diuji coba secara terbatas dan hasilnya adalah suatu produk yang aman dan nyaman serta bermanfaat dan sudah tervalidasi," katanya, Rabu (16/6/2021).
Elsa menerangkan, pihaknya memfokuskan penelitian dan penggunaan regulatory sanbox pada upaya pengentasan penyakit malaria. Salah satu cara agar diagnosis malaria selalu akurat adalah dengan Pemantapan Mutu Eksternal (PME) pemeriksaan mikroskopis sebagai baku emas diagnosis malaria. Namun juga tidak menampik bahwa ada inovasi lainnya yang juga menunjang dalam perbaikan program malaria misalnya e-learning atau e-logistik. "Ada beberapa klaster yang nantinya kami tawarkan kepada teman-teman startup untuk mencoba ruang uji coba ini yakni PME, surveillance, telediagnosis dan lainnya," kata dia.
Dia menambahkan, layanan konsultasi dari pengguna ke pemberi konsultasi secara individu atau telekonsultasi cukup rawan digunakan karena belum adanya regulasi yang mengatur soal hal itu. Validasi serta penjaminan mutunya juga perlu dipertanyakan. "Kalau sudah diuji coba kan kita bisa tahu apa layanan itu direkomendasikan atau tidak," ujarnya.
Sementara, peneliti dari FK-KMK UGM, Anis Fuad mengatakan, pihaknya ingin mengenalkan konsep regulatory sanbox di sektor kesehatan melalui penelitian ini. Program malaria dipilih sebagai salah satu pendukung dan inovasi digital karena estimasi kasusnya yang cukup tinggi. "Di era pandemi ini dengan adanya batasan ke layanan fasilitas kesehatan sekarang mungkin inovasi ini mungkin bisa jadi pilihan," ujarnya.
Pihaknya berharap melalui program regulatory sanbox bisa menjembatani proses penyusunan regulasi yang kerap kali terlambat dan sektor bisnis serta jasa bisa terbantu lewat beragam inovasi yang telah dikaji oleh tim dengan berbagai pertimbangan bisnis dan kepentingan konsumen. "Terutama dengan keamanan sistem kepada para pengguna, itu nantinya juga j yang perlu untuk diperhatikan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Waspada! Hujan Lebat Berpotensi Terjadi di Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan, Termasuk Jogja
Advertisement
Hotel Harper Malioboro Hadirkan Kuliner Lokal Brongkos Daging Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Ini Dia Tren Konsep Wedding 2025, After Party Jadi Utama
- Bawaslu DIY Ungkap Penurunan Partisipasi Pemilih di Pilkada 2024, Ini Penyebabnya
- KPU Bantul Perkirakan Tingkat Partisipasi Pemilih pada Pilkada 2024 Menurun
- Berkurang Drastis, Disbud Bantul Hanya Dapat Kucuran Danais Rp12 Miliar di 2025
- Ditabrak saat Memperbaiki Motor, Pengendara NMAX Terseret Sejauh 20 Meter di Jalan Seturan Sleman
Advertisement
Advertisement