Advertisement
Hari Air Sedunia: 3 Masalah Ini Bisa Bikin Jogja Krisis Air
Diskusi peringatan hari air - Harian Jogja
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Jogja dinilai memiliki tiga masalah besar yang potensial berujung pada krisis air.
Hal itu terungkap dalam diskusi yang digelar untuk memperingati hari air. Harian Jogja menggelar webinar dengan mengusung tema "Menjaga Air Tanah Agar Bumi Tetap Berkah" untuk memperingati Hari Air Sedunia yang jatuh pada, Selasa (22/3/2022).
Advertisement
Acara ini dihadiri oleh General Manager Royal Ambarrukmo Yogyakarta (RAY) Herman Courbois, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta Halik Sandera, dan Ketua Komunitas Sekolah Air Hujan ‘Banyu Bening’ Sri Wahyuningsih.
Hari Air Sedunia diperingati setiap tahun pada 22 Maret sebagai bentuk kesadaran dan upaya mencegah krisis air global di masa depan.
Peringatan relevan dengan persoalan masa kini, lantaran ketersediaan air berkurang dari tahun ke tahun.
Merujuk data 10 tahun terakhir, industri pariwisata dan usaha di Jogja dibangun cukup pesat sehingga berdampak pada pemanfaatan air tanah karena penggunaannya yang besar.
Direktur Walhi Jogja, Halik Sandera mengatakan terdapat tiga masalah besar dalam persoalan air di Jogja. Pertama, persoalan vegetasi Gunung Merapi akibat erupsi dan penambangan pasir di kawasan hulu.
Kondisi tersebut menyebabkan terganggunya pengisian air tanah. Daerah tangkapan air semakin sedikit dan tidak berfungsi dengan baik.
Persoalan kedua adalah kawasan Karst Gunungkidul yang berfungsi sebagai serapan air, namun karena terus digerus untuk pembangunan seperti wisata bisa mengakibatkan sungai bawah tanah di Gunungkidul akan terganggu dan debit airnya terus menurun.
Persoalan ketiga adalah wilayah perkotaan seperti kota Jogja yang ruang hijaunya minim. Target ruang hijau 20% jauh dari capaian. Padahal, kurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau bisa menyebabkan banjir saat hujan.
“Dari ketiga persoalan tersebut, air tanah memiliki ancaman di masa depan, daya serapannya menjadi rendah dan berpotensi banjir di mana-mana,” jelas Halik.
General Manager Royal Ambarrukmo Yogyakarta (RAY) Herman Courbois menyatakan, hotel yang dikelola telah menerapkan pemanfaatan air.
Dikatakannya, terdapat empat hektare tanah yang sudah memiliki resapan air. “Kami memiliki total resapan air sebanyak 38 dan menjaga supply air di situ” ujar Herman.
Ia juga menjelaskan sebanyak 38 resapan air dengan dengan lahan hotel seluas empat hektare sudah sesuai dengan ketentuan batas minimal.
BACA JUGA: Banyak Warga Meninggal, Sultan: Pasien Covid-19 dengan Komorbid Jangan Isoman
Lokasi hotel yang luas, perbandingan ruang bangunan dan ruang hijau untuk cadangan air dinilai sudah cukup dan sesuai.
Di sisi lain, Sri Wahyuningsih yang mengelola Sekolah Air Hujan bernama Banyu Bening bercerita tentang sistem pemanfaatan air hujan.
Sri melihat pertumbuhan populasi yang pesat membuat persediaan air menjadi terganggu, bahkan permasalahan air di Jawa sudah masuk ke zona merah. Selain itu, kuantitas dan kualitas air menurun ditambah kurangnya kesadaran masyarakat soal air dan lingkungan.
Sri mengatakan edukasi ke masyarakat harus dikuatkan dalam menjaga air tanah.
“Berbicara tentang keseimbangan, kita harus tahu bahwa air menjadi sumber seluruh kehidupan makhluk, bukan hanya manusia. Dan manusia adalah makhluk yang diberi akal pikiran dan harus bisa menjaga keseimbangan ini. Bumi adalah titipan yang harus dijaga dengan baik," kata Sri.
Sri menambahkan satu-satunya solusi adalah air hujan, karena air hujan dilihat lebih bersih daripada air tanah. Air hujan juga mudah diakses dan gratis. Masyarakat seharusnya memiliki prinsip bisa mengambil dan bertanggung jawab mengembalikan air sesuai dengan yang diambil. Edukasi ini bisa dilakukan dari diri sendiri, kemudian keluarga, dan setelahnya bisa menginspirasi orang lain.
“Kami manfaatkan air hujan yang berlimpah di Indonesia ini, spah, sumur, tanaman bisa jadi tempat tampung air. Tapi yang perlu diingat adalah apa yang kita simpan itu tidak kita ambil dulu, tapi tunggu hingga penuh” kata Sri.
Dalam konsepnya, Sri memiliki 5M dalam sistem pemanfaatan air hujan, yaitu Menampung, Mengolah, Meminum, Menabung, dan Mandiri. Dengan harapan setelah menabung air hujan, masyarakat bisa mandiri tentang air hujan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Rencana Disneyland di Thailand Dikaji, Pariwisata Keluarga Disasar
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




