Advertisement

Promo November

Perundungan Marak, Psikolog: Pendidikan Tak Berpihak pada Kesejahteraan Psikis Anak

Lajeng Padmaratri
Senin, 25 Juli 2022 - 07:37 WIB
Arief Junianto
Perundungan Marak, Psikolog: Pendidikan Tak Berpihak pada Kesejahteraan Psikis Anak Ilustrasi. - Harian Jogja

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA -- Kasus bullying terhadap anak yang baru-baru ini terjadi seolah menjadi ironi pada momen Hari Anak Nasional.

Dosen psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Poespita Candra menyebut kejadian ini sangat banyak terjadi di usia anak-anak dan lingkungan pendidikan, tetapi belum banyak yang dilaporkan sehingga menjadi fenomena gunung es. Menurutnya, bullying atau perundungan disebabkan oleh berbagai faktor, beberapa di antaranya dari faktor personal dan lingkungan.

Advertisement

"Soal faktor lingkungan, saya melihat secara luas bahwa sistem pendidikan kita tidak menciptakan ruang-ruang lingkungan yang berempati, menghargai, dan sebagainya. Jadi ini akan jadi peristiwa terus-menerus kalau arah pendidikannya tidak berubah," kata Novi ketika dihubungi Harianjogja.com, pada Minggu (24/7/2022).

BACA JUGA: Pengamat: Awal Tahun Ajaran Jadi Momentum Maraknya Perundungan

Dia mengungkapkan bahwa saat ini pendidikan di Indonesia masih mengarah ke kurikulum yang berfokus pada sisi akademik. Padahal menurutnya seharusnya pendidikan itu membangun well-being atau kesejahteraan psikologis anak.

"Well-being itu kondisi seorang anak sehat jiwa dan sehat fisik. Ini belum jadi narasi. Makanya bullying tidak dilihat sebagai hasil dari sistem pendidikan yang salah. Bullying seolah-olah sebuah hal yang terpisah dari pendidikan," ujar penggagas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ini.

Akibat pendidikan masih berfokus pada materi atau konten akademik, lanjut Novi, sekolah tidak akan menciptakan lingkungan yang positif dan etis. Menurutnya, anak perlu dididik sejak kecil untuk menciptakan lingkungan yang saling menghargai dan berempati.

"Soal faktor personal itu, sekolah seharusnya melatih anak membangun ruang kesadaran diri. Misal, anak diajak berefleksi, kenapa kita harus menghargai teman, kenapa kita enggak boleh mengejek teman, itu semua didiskusikan agar mereka sadar kenapa mereka harus berperilaku positif," urainya.

Selama ini, kata Novi, diskusi semacam itu masih minim dan terbatas. Ketika ada anak yang mengejek temannya, tiba-tiba saja orang dewasa menasehati dan menghukum, alih-alih membangun kesadaran dirinya. Jika terus terjadi, hal ini akan menjadi problem yang terus terjadi.

Perubahan Mindset

Sistem pendidikan sebenarnya bisa diubah agar bisa menekan kasus bullying terhadap anak. Menurut Novi, hal itu bisa dicapai melalui empat aspek, yaitu membangun kesadaran diri, menciptakan lingkungan positif-etis, membangun penalaran dan keterhubungan. Keempat hal itu yang terus ia terapkan ketika mendampingi sekolah dampingan di GSM.

"Pertama, sekolah punya waktu enggak untuk membangun kesadaran diri dengan refleksi dan diskusi, sehingga tidak hanya fokus pada materi pelajaran. Kedua, sekolah perlu membangun lingkungan yang positif dan etis. Itu bisa terasa ketika kita masuk sekolah langsung terasa auranya saling menghargai, misal anak-anak saling senyum, saling bantu, tidak ada kata ejek-ejekan, itu kan bisa dirasakan dan harus dibangun," jelasnya.

Novi melanjutkan, pembelajaran juga harus berbasis penalaran, tidak hanya hafalan materi. Ketika sekolah bisa menstimulasi penalaran dan kerja empatik pada otak anak, maka hal itu bisa memicu lingkungan yang positif.

Sementara, yang terakhir adalah aspek keterhubungan merupakan upaya menghubungkan sekolah dengan berbagai komunitas, seperti komunitas orang tua dan masyarakat.

BACA JUGA: Kekerasan Seksual Dominasi Kasus Kekerasan Anak di Jogja

Sekolah juga bisa mengangkat isu-isu yang terjadi di tingkat lokal, nasional, maupun global. Misalkan, kejadian yang heboh di pemberitaan itu bisa dibahas dengan anak sehingga anak bisa menghubungkan fenomena itu dengan dirinya.

Dia berharap sekolah bisa mengubah mindset atau pola pikir untuk menerapkan pendidikan yang membangun well-being. Sehingga, ketika sudah sadar ke arah sana, maka bisa dilanjutkan dengan memulai menerapkan empat aspek di atas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Otak Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang Bakal Diringkus Polri

News
| Sabtu, 23 November 2024, 02:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement