Advertisement

Lewat Jamu Resep Simbah, Pasutri Ini Lestarikan Tradisi

Sirojul Khafid
Minggu, 20 November 2022 - 22:37 WIB
Arief Junianto
Lewat Jamu Resep Simbah, Pasutri Ini Lestarikan Tradisi Nurkholis saat berada di rumah sekaligus tempat produksi jamunya di Kiringan, Canden, Jetis, Bantul, Minggu (13/11/2022). - Harian Jogja/Sirojul Khafid

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL — Dengan kreativitas dan inovasi, upaya pelestarian tradisi terus dilakukan Nurkholis dan Unun Matoyah, pasangan suami istri yang kini dikenal sebagai Raja dan Ratu Jamu di desanya.

Meski keturunan pelopor jamu di Kiringan, Bantul, Nurkholis tidak langsung terjun melestarikan warisan budaya ini. Namun, sekali berkecimpung, dia dan istrinya berhasil berinovasi.

Advertisement

Ada hari yang sepertinya mustahil dilupakan Nurkholis. Di suatu Minggu sore, di awal-awal pandemi pada 2020, dia ketiduran sekitar Magrib.

Telpon berbunyi di ruangan yang lain. Nurkholis bangun setelah keponakan yang juga bekerja untuknya membawakan telepon itu.

Di ujung telepon, sudah ada perempuan yang hendak mengobrol dengannya. Dia adalah pengelola supermarket Borma di Bandung. Masih sembari “mengumpulkan nyawa”, Nurkholis menjawab berbagai hal tentang stok produk dan jenis jamu milik usaha keluarganya.

“Itu saya beli semua, tolong dikirim. Besok saya buatin lagi jamunya sejumlah segini,” kata Nurkholis menirukan orang di seberang telepon.

BACA JUGA: Bantu Ketahanan Pangan, Dosen USD Ciptakan Alat Ini

Tidak perlu menunggu hitungan jam, penelepon memberi tahu Nurkholis apabila uang senilai Rp17 juta sudah dia transfer. Padahal barang belum dikirim. Nurkholis hanya bisa syok dengan rasa tidak percaya.

Untuk memastikan, dia pergi ke mesin anjungan tunai mandiri (ATM) terdekat. Kekagetan Nurkholis semakin menjadi saat melihat uang tersebut benar-benar masuk.

Pulang dari ATM menuju rumahnya, dia mampir di beberapa rumah untuk mencari pekerja. Dia mendapat tujuh orang dan siap habis-habisan memproduksi jamu. Setiap hari produksi berjalan dari pukul 08.00 WIB sampai 12.00 WIB.  

Pandemi memang meningkatkan pesanan jamu. Terlebih pada awal pandemi sempat tersebar isu apabila jamu bisa mencegah Covid-19, atau lebih tepatnya meningkatkan daya tahan tubuh. Dari yang biasanya penjualan jamu hanya sekitar Rp500.000 per bulan, omzet produk Nurkholis bernama Unoi Mandiri naik ratusan kali lipat.

“Hal ini yang bikin saya semakin mantap menekuni produksi jamu,” kata Nurkholis saat ditemui di rumahnya di Kiringan, Canden, Jetis, Bantul, Minggu (13/11).

Kiringan merupakan sentra jamu terbesar di Indonesia. Ada lebih dari 130 produsen dan penjual jami di desa ini.

Apabila melihat ke belakang, sentra jamu ini berasal dari satu orang yaitu Mbah Joparto, yang sebenarnya merupakan simbah dari Nurkholis. Mbah Joparto mulai memproduksi jamu pada 1947.

Dia mendapat keahlian meracik jamu dari abdi dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebelum meracik jamu, Mbah Joparto merupakan buruh batik di Kraton.

BACA JUGA: Canggih! Pokdarwis Srimulyo Rancang Sendiri EWS Banjir, Begini Cara Kerjanya

Setiap harinya, dia harus berjalan sekitar 18 kilometer dari rumahnya. Abdi dalem yang mungkin iba melihat Mbah Joparto yang kala itu berusia sekitar 50 tahun kemudian mengajarinya membuat jamu.

Meski keturunan “ratu jamu” di desanya, Nurkholis belum menaruh minat menjadi penjual jamu. Dia lebih memilih berjualan seperti keripik singkong, mi ayam, sampai batagor keliling. Secara penghasilan, uangnya lebih banyak.

“Justru istri saya yang punya gereget usaha jamu. Padahal dia pendatang dari Lampung. Kami menikah 2004 belum usaha jamu, baru usaha jamu 2017,” kata Nurkholis yang saat ini berusia 42 tahun.

“Istriku udah denger kalau kami cucu dari Mbah Joparto yang pertama kali jual jamu, jadi pengin melanjutkan warisan budaya tak benda ini.”

Pelatihan

Keahlian meracik jamu istri Nurkholis, Unun Matoyah, didapat dari pelatihan di kalurahan. Bekal pelatihan membuat jamu instan kemudian berkembang dengan berbagai percobaan. Kini Unun sudah meracik 50 jenis jamu.

Dia juga menjadi ketua Desa Preneur serta tidak jarang membuka pelatihan membuat jamu.

“Saya enggak ada transfer ilmu atau resep jamu dari orang tua. Tetapi kemudian saya dapet resep yang asli dari Mbah Joparto berupa jamu pegel linu melalui saudara saya,” katanya.

“Sekarang yang jualan jamu di keluarga besar Mbah Joparto tinggal saya.”

Nurkholis membantu produksi jamu secara total saat pandemi mulai masuk Indonesia, termasuk DIY. Semua perkampungan sempat ditutup, sekolah pun libur. Dia yang sehari-hari berjualan batagor akhirnya tidak bisa bekerja. Nurkholis membantu Unun sampai akhirnya telepon dari Bandung itu masuk.

Kini penjualan produk jamu dari Unoi Mandiri sudah tersebar di berbagai daerah. Di Indonesia, penjualan selain DIY yaitu Bandung, Jakarta Selatan, Bekasi, sampai Kalimantan. Pasar juga menggapai sampai luar negeri seperti Australia, Jerman, Taiwan, dan Korea Selatan.

Unoi Mandiri lebih banyak menjual pada reseller. Bahkan reseller bisa membuat merk serta packaging sendiri, tidak harus sama dengan Unoi Mandiri. Hal ini agar setiap reseller punya merk dagang dan semakin semangat mengembangkannya.    

Biodata

Nama lengkap:

Nurkholis (42 tahun) dan Unun Matoyah (39 tahun)

Alamat: Kiringan, Canden, Jetis, Bantul. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

SETARA Institute Ungkap 130 Masalah di Tubuh Polri

News
| Rabu, 09 Oktober 2024, 20:57 WIB

Advertisement

alt

Bikin Seru Staycation Anda di Oktofest Super Sale Hotel Grand Rohan Jogja

Wisata
| Senin, 07 Oktober 2024, 11:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement