Advertisement
Pakar Ungkap Penyebab Masih Ada Cagar Budaya Terbengkalai

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Cagar budaya selain memiliki manfaat ilmu pengetahuan juga dapat memberikan dampak ekonomi jika dilestarikan dengan baik. Namun tidak sedikit cagar budaya yang harus terbengkalai karena tidak dilestarikan. Mengingat dalam melakukan pelestarian butuh biaya yang tidak sedikit.
Masalah cagar budaya ini dibahas dalam rangkaian Sakapari 2021 bertajuk Heritage Management in The Time of Crisis yang disiarkan langsung melalui kanal Youtube Department of Architecture, Universitas Islam Indonesia, Sabtu (20/2/2021).
Advertisement
BACA JUGA: TelkomClick 2023: Kesiapan Kerja Karyawan dalam Sukseskan Strategi Five Bold Moves di Tahun 2023
BACA JUGA : Warga yang Melestarikan Bangunan Cagar Budaya di Jogja
Pakar Heritage Universitas Brawijaya Malang Profesor Antariksa menjelaskan untuk melihat suatu bangunan disebut sebagai cagar budaya memang butuh proses panjang. Tidak bisa, menentukannya hanya dengan pengamatan, melainkan harus dengan penelitian yang melibatkan ahli.
“Mau meneliti bangunan lama, kita lihat visualnya, spasialnya, strukturalnya baru kita lihat kriteria penilaian. Penilaian ada bobotnya satu sampai 3 dengan enam kriteria. Kriteria pembobotan bangunan dinilai. Kalau pembobotan sudaha jelas baru dilakukan pengembangan untuk menentukan arahnya seperti apa. Apakah konservasi, preservasi, restorasi, ini tahapan yang dilakukan,” katanya dalam webinar tersebut.
Antariksa memberikan sinyal terkait sulitnya kolaborasi antar level pemerintahan di Indonesia dalam melakukan pelestarian. Berdasarkan Pasal 44 UU No.11/2010 tentang cagar budaya yang menentukan cagar budaya oleh kabupaten dan kota dengan sejumlah syarat dan tidak secara tegas tanggungjawab setiap kabupaten, provinsi atau pusat. Ia mencontohkan Jepang yang memiliki aturan terkait penentuan cagar budaya yang baik.
BACA JUGA : Pemkot Berikan Penghargaan untuk Pengelola Bangunan
Di Jepang, kata dia, bangunan yang dicagarbudayakan oleh pemerintah level kota sehingga semua pembiayaan ditanggung kota. Kalau bangunan dicagarbudayakan oleh pemerintah level kota dan level provinsi maka ditanggung keduanya, sedangkan jika ditentukan cagar budaya oleh negara maka negara ikut menanggung lebih besar kemudian dibantu pemerintah level kota dan provinsi.
“Itu di Jepang, teknisnya bagus, finansial juga bagus. Kalau di Indonesia, tingkat finansialnya berat, maka banyak bangunan masa pemerintahan Hindia Belanda yang banyak, lalu iba [terbengkalai] karena tidak bisa dilestarikan. Mengapa? karena tidak ada biayanya, besar biayanya. Jepang teknis bagus finansial bagus,” ucapnya.
BACA JUGA : Banyak Rumah Pangeran di Jogja yang Dijadikan Cagar
Ketua Prodi Arsitektur FTSP UII Profesor Noor Cholis Idham menilai heritage memiliki peran penting dalam kehidupan, karena bisa menjadi pengetahuan dan kekayasana yang diwariskan kepada generasi ke depan. Oleh karena itu cagar budaya harus dilestarikan.
“Heritage harus dilestarikan bukan hanya sebagai benda museum yang hanya dipertahankan keasliannya tetapi harus memberi manfaat bagi sosial ekonomi di mana heritage itu berada. Harus dapat dilimpahkan kepada generasi berikutnya agar dapat mengambil manfaat,” katanya.
BACA JUGA: Finnet Dukung Digitalisasi Sistem Pembayaran Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Angin Kencang di Wilayah Bantul, 5 Kapanewon Terdampak
- Pemkab Gunungkidul Pastikan ADD untuk Kalurahan Tidak Dipangkas
- GKR Hemas Ajak Perempuan Muslim Mengamalkan Pancasila
- Waspada Cuaca Ekstrem Empat Hari ke Depan, Hujan Tidak Lama tapi Anginnya Merusak
- Tak Bayar Uang Pengganti, Mantan Lurah Getas Gunungkidul Bisa Dihukum Lebih Lama
Advertisement
Advertisement