Advertisement

Promo November

Penggantian Pasir Jadi Cara Muliakan Alun-Alun Utara

Media Digital
Kamis, 16 Juni 2022 - 15:07 WIB
Arief Junianto
Penggantian Pasir Jadi Cara Muliakan Alun-Alun Utara Kondisi Alun-Alun Utara Jogja dalam proses penggantian pasir yang bagian tengah telah terselesaikan. Foto diambil pada Rabu (15/6/2022). - Harian Jogja/Sunartono

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat menata fasad Alun-Alun Utara Jogja dengan mengganti pasir. Proses pemeliharaan atribut sumbu filosofi ini dimaksudkan untuk memuliakan Alun-Alun Utara Jogja.

Alun-Alun Utara Jogja memiliki ukuran 300 x 300 meter persegi dengan dua beringin pada bagian tengahnya. Sejak dahulu bagian permukaannya ditutup dengan pasir.

Advertisement

BACA JUGA: Tahun Lalu Kosong, Tahun Ini Hanya 2 Siswa yang Daftar di SDN Banyurejo 4

Berdasarkan situs Kratonjogja.id, pasir ini menggambarkan simbol laut tak berpantai. Hal ini merupakan perwujudan dari kemahatakhinggaan Tuhan.

Seiring berjalannya waktu, kondisi pasir Alun-Alun tidak lagi ideal karena telah digunakan berbagai aktivitas manusia. Sehingga banyak bercampur dengan sampah dan ditumbuhi rerumputan.

Selama ini, terdapat banyak aktivitas yang menyebabkan kondisi alun-alun kurang ideal. Material asli penyusun alun-alun yakni pasir, telah tercampur dengan banyak material lain karena kegiatan yang dilaksanakan di Alun-alun Utara sering tidak inline dengan kelestariannya.

Sebagai salah satu atribut sumbu filosofi yang merupakan bagian dari tata kota karya Sri Sultan Hamengkubuwono I, maka Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat melalui Tepas Panitikisma melakukan pemeliharaan fasad Alun-Alun.

Pemeliharaan tersebut dilakukan dengan mengganti pasir dengan cara dikeruk kemudian diganti dengan pasir baru. Proses ini dilakukan secara bertahap dimulai sejak 3 April 2022 lalu dan diperkirakan akan selesai pada Juli 2022 mendatang.

Proses pemuliaan ini sebagai langkah keraton dalam merawat aset-aset Kagungan Dalem sekaligus sebagai bentuk dukungan dalam mewujudkan Jogja sebagai Kota Warisan Dunia. Sekaligus sebagai salah satu pengejawantahan konsep menjaga dan memperindah keindahan dunia, Memayu Hayuning Bawono.

Karaton Ngayogyakarta melalui rilis resminya menyatakan sejak pemuliaan dilakukan, terdapat tumpukan benda-benda yang tidak seharusnya berada di Alun-Alun. Benda itu antara lain timbunan sampah, spanduk, hingga pondasi beton untuk kegiatan temporer yang pernah digelar.

“Sehingga mengembalikan tanah Alun-Alun Utara ke material aslinya dalam hal ini pasir, sangat penting untuk menjaga kemuliaan serta kelestarian alun-alun sebagaimana mestinya,” kata Wakil Penghageng II Tepas Panitikisma Keraton Yogyakarta, KRT Suryo Satriyanto.

BACA JUGA: Update Stok Darah di DIY Kamis 16 Juni 2022

Pasir yang akan digunakan untuk mengganti tersebut berasal dari tanah Kasultanan dan telah melalui proses pemilihan dan pertimbangan tim di internal Kasultanan. Pasir yang telah dipilih tersebut menggantikan material yang saat ini berada di Alun-Alun Utara.

Sebelum menggali, pelaksana proyek sudah melakukan rapat koordinasi dengan berbagai instansi serta dinas terkait maupun masyarakat di sekitar lokasi pengambilan pasir.

“Prosesnya dilakukan bergantian, kami menukar material yang ada di Alun-alun dengan pasir yang telah kami pilih. Selanjutnya, material dari Alun-Alun Utara tersebut kami gunakan untuk menutup bekas galian pasir di wilayah pengambilan pasir,” jelasnya.

Berdasarkan pantauan Harianjogja.com, Rabu (15/6/2022) penggantian pasir tersebut masih terus berjalan. Proses itu dilakukan dengan mengeruk dan mengganti pada bagian tengah.

Pada bagian tengah alun-alun tampak sudah selesai untuk penggantian pasir sehingga terlihat rapi. Saat ini para pekerja sedang menggarap penggantian ke tepian alun-alun.

Pakar Arsitektural, Revianto Budi Santoso menilai upaya penggantian pasir lama dengan pasir baru merupakan bagian dari upaya pelestarian Alun-Alun Utara Jogja. Dengan dipelihara seperti itu maka harapannya atribut sumbu filosofi itu akan tetap terjaga dengan baik.

Dia yakin sebelum dilakukan penggantian tentu ada berbagai pertimbangan terutama perencanaan teknis dan hasil kajian, terutama mencegah agar pasir yang baru diganti ini tidak tersedot ke drainase ketika ada air masuk.

Menurutnya, ketika zaman dahulu saat Alun-Alun Utara tersebut berpasir, ketika itu masih pasir yang dibasahi air dari Sungai Larangan. Bahwa sebagian dari kali Larangan itu airnya masuk ke alun-alun sehingga tetap basah dan ketika musim panas dan terjadi angin debunya tidak beterbangan.

“Untuk saat ini pengendaliannya seperti apa, kami belum mendapatkan informasi teknisnya. Tetapi kami yakin semua sudah dipertimbangkan,” katanya.

Dia menambahkan alun-alun yang diperkirakan sudah berusia lebih dari 250 tahun tersebut tentu pernah mengalami dinamika pemeliharaan fisik termasuk penggantian pasir pada era-era pemerintahan sebelumnya.

“Pasir itu menyerap air tetapi dia juga mudah melepas air, artinya tidak memegang air, ketika ada air tentu akan mengalir yang lebih bawah. Tergantung level drainasenya nanti, seberapa banyak air yang tetap bertahan di pasir itu atau hanya pintasan,” ujarnya.

Jika penataan fasad sudah selesai tentunya masyarakat harus bersama-sama menjaga agar tetap bisa lestari, mulai dari menjaga keamanan agar tidak disalahgunakan. Selain itu perlu dijaga kebersihan, siklus air, sehingga pengelolaan bisa dilakukan secara komprehensif.

Kepala Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofis, Dwi Agung Hernanto menyatakan dalam berbagai referensi memang sejak dahulu alun-alun memang berpasir. Selain itu dari penelitian yang dilakukan ahli arkeologi, bahwa Alun-Alun Utara lokasinya lebih rendah dibandingkan Pagelaran.

Dengan begitu, teknis pemilihan pasir zaman dahulu diperkirakan agar bisa menyerap air lebih cepat. “Secara teknis dahulu mungkin perencanaannya itu sangat efektif untuk resapan air, apalagi pasir kan lebih cepat menyerap,” ujarnya.

Paniradya Pati Paniradya Kaistimewan DIY, Aris Eko Nugroho menyatakan pengerjaan Alun-Alun Utara Jogja dimaksudkan untuk membersihkan tanah yang semulanya pasir namun sudah banyak bercampur dengan sampah.

“Membersihkan tanah yang ada di sana diganti pasir. Saat digali ditemukan bekas beton, spanduk, bekas tenda ada tulisan tahun 1983. Di sana banyak sampah diganti dengan tanah yang baru, tanah pasir yang baru,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Segera Menyusun Data Tunggal Kemiskinan

News
| Jum'at, 22 November 2024, 23:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement